Suatu ketika, jamaah yang makbul ini di minta oleh serombongan penduduk Najd, yaitu kaum Bani Amir dengan pemimpin Amir bin Malik yang terkenal dengan julukannya Abu Barra’. Dengan perlindungan darinya sebagai pemimpin, mereka meminta agar dikirim bebrapa orang sahabat untuk bertabligh dan mengajari kaumnya. Rasulullah Salallahu’alaihi wasalam bersabda “hatiku berkata bahwa para sahabat itu dalam bahaya. Aku cemas mereka tidak sampai ketujuan”. Namun Karena utusan itu memberikan alasan-alasan yang cukup kuat, beliau mengizinkan tujuh puluh sahabat diutus kepada Bani Amir. Dan beliau menulis surat yang di titipkan kepada jamaah untuk ketua Bani Amir, yaitu Amir bin Thufail. Isinya adalah ajakan Rasulullah Saw kepadanya untuk masuk Islam.
Jamaah ini bertolak meninggalkan
Madinah dan tiba di suatu tempat bernama Bir Muana. Lalu dua orang sahabat itu,
yaitu Umar bin Umayah an Mundzir bin Yazid
r,huma di tugaskan mengembalakan unta-unta milik jamaah. Sedangkan Haram
r.a dengan dua kawannya menyampaikan surat Rasulullah kepada Amir bin Thufail.
Ketika hampir tiba, ia berkata kepada kedua kawannnya, Tunggulah di sini, aku
akan masuk kesana. Jika aku di tipu, pergilah kalian dari sini. Dari pada kita
bertiga terbunuh, lebih baik salah satu yan terbunuh”.
Amir
bin Thufail adalah keponakan Amir bin Malik r.a yang membawa sahabat jemaah
tersebut. Sebenarnya Amir bin Thufail sangat membenci Islam dan kaum Muslimin. Haram r.a menjumpai Amir bin Thufail dan menyampaikan
surat Rasulullah kepadanya. Namun tanpa membaca surat itu , Amir bin Thufail
lansung menombak dada Haram r.a hingga syahid. Sebelum menghembuskan nafasnya
yang terakhir. Haram sempat berkata
“Demim Tuhan Ka’bah, aku telah menang!”n iya syahid dengan kalimat itu. Amir bin Thufail sama sekali
tidak peduli telah membunuh seorang utusan. Padahal menurut bangsa manapun,
membunuh seorang utusan adalah tidak di bolehkan. Ia juga tidak berpikir bahwa
utusan itu telah mendapat perlindungan dari pamamnnya.
Setelah
mensyahidkan sahabat tersebut. Amir mengumpulkan kaumnya dan menyuruh mereka
membunuh semua orang Islam. Namun kaumnya merasa ragu karena kaum muslimin telau mendapat
perlindungan dari Abu Barra’. Melihat hal itu, Amir bin Thufail segera
mengumpulkan orang – orang di pihaknya, sehingga terkumpulah orang – orang
dalam kelompok besar yang menyerang tujuh puluh sahabat tersebut. Para sahabat
Radhiallahanhum melawan mereka dengan gigih. Namun mererka di kepung oleh orang
– orang kafir sehingga semuanya gugur terbunuh, kecuali seorang sahabat bernama
Ka’ab bin Zaid r.a yang masih hidup. Ia
disangka telah gugur sehinga di tinggalkan begutu saja, sedangkan yang
lain telah mati syahid.
Sedangkan
Mundzir dan Umar r.huma yang di tugaskan menggembalakan unta melihat kelangit
dan terlihat burung-burung pemakan bangkai berterbangan di tempat itu. Keduanya
berkata, “kita harus segera kembali, pasti ada sesuatu yang terjadi pada
kawan-kawan kita, ketika tiba , mereka menjumpai kawan-kawannya telah syahid
dan semua kenderaan mereka pun penuh dengan darah. Mereka terus mengelilingi
mayat-mayat tersebut, lalu bermusyawarah mengenai apa yang harus mereka
lakukan. Umar bin Umayah r.a mengusulkan, “Maru kita kembali dan memberitahukan
kepada Nabi Muhammad Saw. Tetapi Mundzir r.a berkata, “Berita ini pasti akan
disampaikan Allah kepada beliau. Hatiku berkata lebih baik kita jangan kembali
dan hati kecilku mengatakan, jangan menghindari mati syahid. Sebaiknya kita
segera menyusul kawan-kawan kita yang telah mati syahid disini”. Keduanya sepakat
untuk menyerang musuh. Pada akhirnya, Mundzir pun mati syahid dan Umar bin
Umayah ditawan sebagai budak oleh orang – orang kafir. Namun karena ibu Amir
bin Thufail telah bersumpah akan
membebaskan seorang budak, maka Amir bin Thifail bertanggung jawab
melaksanakannya, sehingga ia terpaksa membebaskan Umar bin Umayah r.a
Diantara
para sahabat yang syahid ada seorang hamba sahaya milik Abu Bakar Shiddiq r.a
yaitu Amir bin Fuhairah r.a. Dan yang membunuh Amir adalah Jabbar bin Sulami.
Jabbar bin Sulami bercerita, “Ketika kulemparkan tombak kearahnya dan tepat
mengenai sasaran, ia mati syahid sambil
berkata menjelang mautnya, “Demi Allah, aku telah berhasil’. Kulihat mayatnya
terbang ke langit dan menghilang. Aku sangat takjub dengan kejadian itu
sehingga aku terus memikirkannya. Akhirnya aku berkata kepada orang-orang. Aku
telah membunuhnya dengan tombak hingga mati, tetapi ketika mati ia berkata,”Aku telah berhasil. “Keberhasilan
itu ?”Orang-orang memberitahu kepadaku bahwa itu adalah kejayaan mendapatkan surga.
Disebabkan peristiwa itulah akhirnya aku masuk Islam.
Sumber
rujukan : Tarikhus Khamis – Syaikh Husain Muhammad Ibnu Hasan dalam
Fadhilul Amal
0 Comments